Jiwa yang paling hitam
Dosa yang paling kelam
Hati yang terlumuri darah
Adalah surga, bagi iblis penghuni neraka
Kegelapan yang tumpah
Dan kegelapan semakin tinggal
Kegilaan memanggil
Dari tempat tak terjamah
Dan kau, menghilang dalam kegelapan
Suara kengerian berteriak
Terus berteriak menyiksa jiwa
Semua takkan terhenti
Hingga dosamu berakhir
Kau takkan bisa lari
Kau takkan bisa sembunyi
jiwamu pun semakin kaku menghilang dalam kegelapan
Terkuncilah kau di dalam jebak
Takkan ada seorang pun
bisa menatapmu mendengarmu
Ketika kau tenggelam
lebih dalam lebih kelam
pikiranmu kian menggila
dan yang kau cintai menghilang dalam kegelapan
Tak pelak juga, dengan dirimu
Ketika kegilaan menjadi, teman sejatimu
Dan hidupmu, menghilang dalam kegelapan
Jumat, 28 Februari 2014
Lazuar Senja
Lazuar tampak putih memudar
Bergulir waktu berganti petang
Jalan-jalan kini mulai larut oleh gelap
Berganti sunyi menyapu hari
Sejenak angan menyapaku pelan
Menanyakan hati seorang insan
Masihkan sebening embun di ujung fajar?
Masihkah arti iman bersemayam
Semua mulai tampak kelabu
Sedetik lalu semuanya hambar
Karna putih tak lagi sendiri
Bahkan gelap pun kian kuasai
Lenyap sudahlah cahaya terang
Disingkirkan awan-awan kelam
Senja yang biasanya sekarat di ujung sana
Kini telah mati dan hilang setelahnya
Dan langit pun berkucuran air mata
Bergulir begitu derasnya
Jumat, 21 Februari 2014
Risau
Tenggalamku di
lautan mengambang
Bernafas dalam
beriak darah
Tak menapakkan
kaki di dasarnya
Hanya terjerat
ombak menghina
Makin dalam
saja aku di palung
Mentari tak
juga menggapai relung
Dingin sudah
pilu ku resapi
Gemuruh arus
kian manjadi
Terlalu jauh
ku gapai daratan
Tapi takut juga jurang lautan
Berenang dalam
kegelapan
Atau termenung
dalam pusaran
Lebur sudah
hawaku
Rabun kian
jalari pandangku
Menyambut lentera
sendiri
Atau bersama
keji sanubari
Aku telah
hilang dalam badai
Bayangku telah
semu terbelai
Alunan menuju
dosa ramai
Atau menunggu
pahala tersemai
Biarlah tergenapi
risauku
Dalam gelombang
suram menuntunku
Pelangi HItam-Putih
paksakan
lukisan merah darah
guratkan luka
parah bernanah
sayat kanvas
terobek, tercabik!
tancapkan
pisau di ukiran
ukir sampai
debu bersekutu
butiran sendu
tercecer rata
pemahat kekal tertawa, terisak
tinta hujan
rintik bertabur
ukiran,
rintik sama-pula
oh hitam-oh
putih
bersatu kawan dalam pelangi
Derai Nyanyian Sepi
ingin ku gaduhkan hatiku,
biar sepi disantap bulan yang haus akan sunyi
ingin ku jadikan pasar petang kuburan,
agar hidup kembali tawa-tawa mereka
ah, sendiri aku tak nyeyak hati
srigala malam pun bergumul dengan kawanannya
serangga-serangga kecil masih berpesta
rerumputan pun liar menari, memutari api
tapi aku adalah bayangan lampu temaram
pada siapa aku hendak berbincang?
pada dedaunan yang tengah berceloteh ria
atau pada sepasang kesuma yang tengah bercumbu
kenapa, tak kuletakkan saja sukmaku?
biar aku tak satupun merasa
tawa lepas canda tanpa kepala
ah, itu tak akan usai jua
sepi itu aku,
bayangan lamunan penantianmu
Menggantung Mimpi
ku tatap awan yang bergantungan di langit
mereka menjauh, kerap kali nampak pekat
ku dekati ku tawarkan sumpah bakti
ah, masih saja abu-abu
aku lalu berlari memunguti rintik hujan
hingga berhenti di tengah gurun
bara
ku panggil mendung, untuk menutup rembulan
masih saja aku di antara malam
menari di atas bayanganku di balik riak air
pucat biru, aku terpukul mimpiku
ku panggil petir gelegar, untuk membakar darah
darahku, jiwaku, enggan duduk di atas tandu
aku buta tentang esok pagi
tapi terus aku berburu hari ini
Langganan:
Postingan (Atom)